utrecht, 19 september 2006
Tiada terasa sudah 2 bulan lamanya saya berada di negeri, yang sungguh diluar dugaan saya bisa, menetap disini. Sebuah utopia. Tiap hari masih saja bangun dan terbengong-bengong kalau saya ada disini, negeri yang diimpi-impikan sejak di bangku SMA.
Masih saja termangu kalau saya ada diantara bule-bule itu, bersepeda bersama mereka, dilayani oleh kasir bule di supermarket. Makan makanan yang sangat mahal harganya kalau di Jakarta (dan kebalikannya). Belajar lagi, sekolah hukum di universitas dengan fakultas hukum nomor satu di Belanda, nomor 6 di Eropa, dan nomor 40 di dunia. Menerima pendidikan dari profesor-profesor terbaik di bidangnya. Penyajian materi yang sangat menarik yang saya kira Cuma ada di film-film saja, dengan pelbagai penghuni belahan dunia di kiri kanan saya, Enrique asisten senator dari Columbia, Malala aktivis NGO dari Rwanda, Barbara pegawai DOJ united states, Anne Prosecutor dari Kanada, Mollah dosen dari Ethopia, Sofka dari Serbia, dll. Mengakses library hukum super lengkap yang interior nya seperti di dalam kapal startrek dengan bangku super nyaman dan monitor flat screen yang tersambung ke semua database hukum penjuru dunia yang bayarannya super mahal, semuanya gratis.
Hidup bagai esmud kalau di Jakarta. Apartemen super mewah, bagai tinggal di apartemen rasuna, lengkap dengan microwave, dan coffie maker, tv cable 29 inch, akses internet tercepat selama hidup saya, download film ratusan megabyte hanya dalam hitungan detik. Tiap hari mengunyah potato chips dan minum jus segar murni, saya baru sadar makanya orang bule suka nimpuk pake chips, wong murah.
Dan yang hebatnya, semuanya tanpa keluar uang, not every cent. Semua full beasiwa. Hmmm dan tak lama lagi saya akan melihat salju pertama kali dalam hidup saya. Anugrah terindah yang telah lama diimpikan oleh seorang pegawai rendahan di salah satu stasiun televisi lokal ini.
Kemarin kelas kami dibagi menjadi beberapa kelompok, saya satu kelompok dengan 6 gadis belanda, ini tugas kelompok pertama saya, hmmm ada sedikit ketakutan kalau susah nantinya. Kabarnya orang belanda agak reluctant dalam berteman, memang mereka sangat ramah, dan tiada pernah saya temui di belahan belanda ini yang tidak bisa bahasa inggris. Namun setelah itu menarik diri, apartheid berasal dari kata belanda, mereka punya prinsip, kalian boleh berbaur dengan kami, namun kalian tidak bisa menjadi bagian dari kami.
Lalu apa yang terjadi dengan kelompok saya? Semua berjalan lancar dan menarik, dalam berdiskusi di basement kampus keenamnya (tujuh dengan saya) sangat helpfull dan kompak, tugas kami adalah; dalam debate di kelas, kami menjadi tim yang membela sistem hukum Amerika, mereka semua hebat, saya menjadi orang yang membuat opening statement, dan dengan peluru hasil “diving” saya di library, kami punya banyak bahan untuk meredam kelompok lain. Oh ya mereka semua cantik-cantik lho.
Masih saja termangu kalau saya ada diantara bule-bule itu, bersepeda bersama mereka, dilayani oleh kasir bule di supermarket. Makan makanan yang sangat mahal harganya kalau di Jakarta (dan kebalikannya). Belajar lagi, sekolah hukum di universitas dengan fakultas hukum nomor satu di Belanda, nomor 6 di Eropa, dan nomor 40 di dunia. Menerima pendidikan dari profesor-profesor terbaik di bidangnya. Penyajian materi yang sangat menarik yang saya kira Cuma ada di film-film saja, dengan pelbagai penghuni belahan dunia di kiri kanan saya, Enrique asisten senator dari Columbia, Malala aktivis NGO dari Rwanda, Barbara pegawai DOJ united states, Anne Prosecutor dari Kanada, Mollah dosen dari Ethopia, Sofka dari Serbia, dll. Mengakses library hukum super lengkap yang interior nya seperti di dalam kapal startrek dengan bangku super nyaman dan monitor flat screen yang tersambung ke semua database hukum penjuru dunia yang bayarannya super mahal, semuanya gratis.
Hidup bagai esmud kalau di Jakarta. Apartemen super mewah, bagai tinggal di apartemen rasuna, lengkap dengan microwave, dan coffie maker, tv cable 29 inch, akses internet tercepat selama hidup saya, download film ratusan megabyte hanya dalam hitungan detik. Tiap hari mengunyah potato chips dan minum jus segar murni, saya baru sadar makanya orang bule suka nimpuk pake chips, wong murah.
Dan yang hebatnya, semuanya tanpa keluar uang, not every cent. Semua full beasiwa. Hmmm dan tak lama lagi saya akan melihat salju pertama kali dalam hidup saya. Anugrah terindah yang telah lama diimpikan oleh seorang pegawai rendahan di salah satu stasiun televisi lokal ini.
Kemarin kelas kami dibagi menjadi beberapa kelompok, saya satu kelompok dengan 6 gadis belanda, ini tugas kelompok pertama saya, hmmm ada sedikit ketakutan kalau susah nantinya. Kabarnya orang belanda agak reluctant dalam berteman, memang mereka sangat ramah, dan tiada pernah saya temui di belahan belanda ini yang tidak bisa bahasa inggris. Namun setelah itu menarik diri, apartheid berasal dari kata belanda, mereka punya prinsip, kalian boleh berbaur dengan kami, namun kalian tidak bisa menjadi bagian dari kami.
Lalu apa yang terjadi dengan kelompok saya? Semua berjalan lancar dan menarik, dalam berdiskusi di basement kampus keenamnya (tujuh dengan saya) sangat helpfull dan kompak, tugas kami adalah; dalam debate di kelas, kami menjadi tim yang membela sistem hukum Amerika, mereka semua hebat, saya menjadi orang yang membuat opening statement, dan dengan peluru hasil “diving” saya di library, kami punya banyak bahan untuk meredam kelompok lain. Oh ya mereka semua cantik-cantik lho.
1 komentar:
halo.
wah, seneng ya bisa berlama-lama di negeri walanda.
ya udah, met kuliah yha.
Post a Comment