Tim Utrecht kali ini direkrut untuk menyemarakkan perhelatan akbar ini. Pasukan khusus diminta terjun di sebuah warung surabaya yang kewalahan dengan pengunjung yang membludak.
Baiklah, saya mulai cerita ini dengan deskripsi tawaran kerja ini. menjadi ober. Apa itu ober? Ober adalah pelayan atau waiter dalam bahasa belanda. Kami menjadi ober di stand Waroeng Surabaya milik ibu Patricia Hartono. Warung terkemuka ini cukup popular dari tahun ke tahun. Dari seleb belanda seperti artis beken Tillman Brother, Seleb
Hmmm tawaran mendadak yang menggiurkan. Tidak ada yang salah dari pekerjaan ini, sangat menarik. Tiap hari selama seminggu bisa makan nasi kuning, sate kambing, dan masakan indonesia lainnya dengan gratis. Pulang bisa nenteng bungkusan martabak telur atau manis. Pasokan rokok kembali hadir, Gudang garam surya dari Warsito, si tukang martabak Surabaya, dan Sampoerna Mild dari si Ridwan kepala stok gudang. Bayarannya pun lumayan, sedikit diatas standar UMR DKI Jakarta.
Perhari.
Oh ya, kami bukan sembarang ober, hehehe. Kalau stand lain kebanyakan yang kerja adalah mahasiswa S1, di waroeng surabaya, obernya minimal mahasiswa S2 atau PhD kandidat, cieh. Tentunya pelayanan dan servicenya lebih memuaskan. Hiburan-hiburan dan atraksi adalah nilai plusnya. Nggak kalah dengan stand Satay Bar yang Syur abis.
Inilah para ober asal
Saat saya melayani pengunjung, terutama atraksi membawa baki penuh makanan dengan kecepatan tinggi, layak diabadikan. Untungnya ada kawan Ririn yang datang berkunjung bersama suaminya Jeroen, dan dia berhasil memotret saya. (foto 2)
Pekerjaan blue collar ini sepintas sepele, namun dibutuhkan intelegensi tingkat tinggi. Terutama saat menerangkan dengan seksama apa itu tahu campur, tahu gunting, dan tahu telor kepada meneer yang belum pernah liat tahu.
Dan ingat, kita semua kecuali Detty bermodal bahasa belanda yang ngepas banget, modal kursus James Boswell Institut besutan ibu docent Sandra Dwank. Bayangkan bagaimana saya menjelaskan apa itu nasi kuning komplet atau Tahu Gunting Surabaya. Alhasil semuanya kadang menggunakan tafsir sepihak yang mengundang senyum klanten (pengunjung). Radja yang sukses menerjemahkan “pesanan masing-masing dua” menjadi “sepiring berdua”, saya yang kadang lupa antara “Betalen” (bayar) dengan “Bestelen” (pesan). Jadi kadang kita campur-campur dengan bahasa Inggris, atau manggut-manggut lalu kita menoleh ke dua gadis manis keturunan
Melayani pengunjung, apalagi kalau kita punya jam terbang yang cukup lama sebagai pengunjung, maka kita akan merasakan sensasi yang berbeda. Pengunjung akan puas kita layani, karena kita pernah memposisikan diri kita sebagai pengunjung.
Oh ya banyak sekali hal unik, saya pernah melayani Oma-oma bule umur 95 tahun, gile kata dua anaknya yang menemani dia lahir dan besar hingga umur 25 di Jakarta, terus ke Surabaya sampai menikah punya anak. Jadi dia nostalgia, pantas tanpa melirik menu, dengan bahasa Jawa yang faseh, die pesan Nasi Rawon dan Bir Bintang. Gile bener. Hebat ini nini-nini jaman VOC.
“Een kip sate met lontong, twee Lumpia n extra pindasaus, drie Nasi Goreng Ikan Asin. Alstublieft. Eet smakelijk!”
The chef, mbak christina in action
the crew: paulo si philipino, gue, goldwin si seniman mengibaskan 50 euroan di tangan, mas teddy. fanny, kang indra, radja, daniela si bus malam, captain detty.
0 komentar:
Post a Comment