Showing posts with label wedding. Show all posts
Showing posts with label wedding. Show all posts

Tuesday, September 14, 2010

a piece for my best friend's wedding

“Once upon a time, not so long ago in a not so far away, in a low-lying land called Koninkrijk der Nederlanden, I first met this guy. Surely that night will not be forgotten because in that premiere occasion he was asking permission to use the toilet in my apartment to puke. Masuk angin. Hehehe, he was confident that he can hang out in my balcony smoking kretek without proper jacket and underestimate the cruel Dutch windy weather. (Sorry mbul, it’s not afdhol if I’m not opening the story without reveal your aib :p)

Mbul was a jomblo by demand back then, because there were no demands at all. He was a PhD student in the perils of procrastination, conducting research in sustainable development issue and also in search for his lost rib. But he wasn’t a lonely guy he had many female companions, Indonesian and internationals, most of them found such a comfort to curhat session with him. Maybe because this matures yet funny guy is such a kebapakan. Peace bro.

Anyway, Plato once said that God originally created human as a hermaphrodite, then turn out that human was so perfect that God decide to split it apart. Faith decides that both parts eagerly look for each other to achieve perfectness. That perfectness finally came. Those imperfect blend in the keyword ‘high’. The lost rib was located in a high valley known as Bandung, a high quality mojang named Mbil. She was originated from highland called Salatiga, while the other part is doing higher education in a country that people can easily get high. They squeezed the long distance by high speed bandwidth. High five.

One part is a newly establish-self proclaimed best selling book co-author, while the other part is an enthusiastic professional book translator for a living. Both are addictive to books. He read Khaled Hosseini and she translated it. I love to imagine both read Hosseini books together in a comfy couch. When I first introduced to Mbil by Mbul, I knew at first sight that both are finally found their own version of what Khaled Hosseini once wrote, “…the noor of my eyes and the sultan of my heart.”

(wahyuningrat, eligible bachelor, satisfaction guaranteed by mbul)

further more check what they say: two birds in a coffee orchard

Monday, June 21, 2010

my, myself and wedding invitation (again)

Malam-malam buta masih beredar. Bersama dua orang teman, kita sedang menyantap gurihnya mie aceh dan roti cane meuthia. Kami menunggu selesainya proses finishing ratusan undangan pernikahan.

Salah satu sobat kebetulan meminta hadiah spesial. Dibuatkan undangan pernikahan khusus oleh saya. Hmmm, sejak 2007 saya sudah tidak mau menerima request semacam itu. Sudah mulai berat rasanya. :) Tapi kalo kawan dekat yang meminta ya apa boleh buat, tentu suatu kehormatan yang tak kuasa ditolak. Semoga hadiah ini membuat senang dan membuat makin langgeng. Gitu deh kira-kira.

Terakhir, tahun 2007 di sebuah negeri yang dingin menusuk, saya, karena sudah janji, tetap mendesain dan memantau proses pembuatan sebuah undangan untuk karib saya. Kepinginnya sih itu yang terakhir, yang selanjutnya ya mendesain milik sendiri.

Nah sejak 2007, seorang karib juga sempat pula meminta, dan saat itu saya juga kembali bersedia, mengingat ini salah satu kawan seperjuangan dari dulu. Saya kira itu yang terakhir.

Kini, untuk sohib saya ini, sebuah undangan dengan desain kontemporer sesuai permintaan, selesai matang dari komputer saya, langsung kita bawa ke tukang cetak, lanjut ke tukang potong, dan langsung di finishing laminating dove dan rel lipatan. Terus belanja plastik pembungkus dan label sesuai ukuran. Selesai semuanya tengah malam diakhiri sembari ketawa-ketawa menyeruput kopi tiam.

Keesokan harinya sebuah website pernikahan untuk menaruh komen, rampung juga saya desain untuknya. Sang bakal calon mempelai tersenyum puas bin girang. Ah senang melihat ekspresi puas itu.

Dua hari kemudian, masuk email, ini dari kawan susah senang jaman di rantau, “Bisa tolongin gue dengan undangan pernikahan nggak?” hehehehe, diri ini tentu tak kuasa menolak.

Undangan pernikahan adalah sebuah proses kreatif yang menarik bagi saya, dan rasa senang kedua mempelai itu juga merupakan berkah tersendiri di mata saya. Hehehe, harapannya sih kebagian berkahnya. Amien.

Well, I do hope that the next one is mine. Amien juga.

Monday, January 12, 2009

Ex

Acara pernikahan yang megah. Ballroom sebuah hotel bilangan Subroto.

Datang sendiri, karena tidak ada yang available untuk diajak jalan bareng. Ya sud. Dandan yang keren, di mobil teriak-teriak ngikutin lirik lagu di radio.

Si dia berdiri anggun di pelaminan. Ia begitu indah bak bidadari. Alasan untuk datang, tapi lebih banyak juga alasan untuk tidak datang.

Menyalami mempelai wanita. Saat sun pipi, si dia berbisik di kuping, “Datang sendiri? Mau sampai kapan begini?” sindiran kejam. Seperti tidak cukup siksa batin dibuatnya. Pasang saja senyum terkekeh, sembari manggut-manggut.

Menyalami mempelai pria. Memeluk sembari menepuk bahu. Pertemuan dua sobat lama satu kos-kos an jaman susah dulu. Kali ini pria beruntung ini yang berbisik, “Sorry man, I’ve got her.” Duh. Kembali pasang muke pemain Poker profesional. Disambung senyum lebar Jerry Maguire, “Kalo untuk elo gue rela kok.”

Turun pelaminan, muter-muter gubuk. Nggak nafsu makan, tapi iseng ngantri Martabak Kubang.

Di pojokan, maksudnya mau menyendiri, ketemu siksaan lagi. Seseorang, dari masa lalu juga, menghampiri. Peluk hangat, kembali kulayani dengan senyum lebar dipaksa.

Lagi, dialog serupa diulang, “Kapan giliran mu? Ayo dong sebelum aku hamil lagi.” Mata hanya menatap anak kecil berumur 2 tahun yang bergerak lucu di sebelahnya. Ah, manisnya, kalo sama gue pasti jadinya lebih manis lagi itu bocah. Khayalan seandainya seandainya mulai terskenario di alam bawah sadar. Seakan tak rela.

Menoleh ke ibunya si anak kecil, “So tell me again, why we broke up three years ago?”

Ibunya nyengir, “You already knew the reason.” Kami terkekeh. Tapi mulut yang ini terkekeh getir.

Si anak lucu menghampiri Ayahnya yang mendekat datang ke arah kami. Kembali aku bersalaman. Makin keren aja ini orang. Bankir muda. Pasang senyum aktor watak, sembari kalkulasi liar. Orang seperti gue kerja sampe pagi, mempercayakan uangnya ke bankir macam dia, lalu bankir mengelolanya dan mengeruk keuntungan berlipat, sementara gue tetap banting tulang. Lalu sang bankir menikahi wanita gue. Banker always win, begitu kalo di film Casino.

Menyingkir dari keduanya, dengan alasan ambil minum. Menatap ke pelaminan, kedua mempelai tersenyum cerah berbahagia, sembari melakukan ritual salaman dengan antrian tamu. Mulai deh mengkhayal lagi.

Lagi asyik mimpi, ditepuk beberapa teman.

“Si anu mana? Kok nggak bareng si anu?” demikian sapa mereka. Belum sempat menjawab,

“Eh itu si anu bukan ya, kok datengnya nggak sama lo?” salah satu dari mereka menunjuk ke arah sepasang yang baru masuk aula.

Memang yang baru datang itu dia. Kok bisa ketemu disini juga. Aku menatapnya. Kenapa semua yang lepas dari genggaman terlihat sangat indah?

Dari kejauhan kedua tatap mata kami bertemu. Sorotnya dingin, semakin menggandeng erat pria disampingnya.

Sudah cukup. Saatnya untuk pulang.


*cerita ini hanya fiksi, seperti cerita-cerita lain.

Sunday, May 25, 2008

me, myself and wedding invitation



Bukan, bukan. Tenang guys, ini bukan cerita soal gue akhirnya
memposting undangan pernikahan gue. Kalo yang itu, tunggu aja tanggal mainnya. Stay tune di blog ini hehehe.

Gue lagi mau sedikit cerita sedikit sisi lain dari gue. Yah mungkin baru sedikit yang tahu bahwa gue juga punya profesi lain, yang agak jauh dari profesi formal dan pendidikan formal yang sekarang gue tekuni (profesi ama pendidikan aja kadang mesti gue jelasin panjang lebar dimana titik tautnya J)

Ok profesi lain gue adalah wedding invitation designer. Jreeng! Gedubrak!

Bagi yang belum tau mungkin rada kaget. Gini penjelasannya, ketika gue menimba ilmu di kampus depok, meski kuliah di fakultas yang mempelajari wetboek van straafrecht, namun hasil didikan fakultas kedua yaitu pusgiwa, plus nongkrong bareng anak Kom Fisip juga memberi gue didikan ini (selain sukses gaet cewek anak komunikasi)

Gue memilih jadi designer khusus undangan kawinan karena menurut gue, design treatmentnya rada beda, pendekatan ke klien juga jauh beda. Mengkolaborasi adat kedua mempelai plus meyakinkan kedua pihak keluarga juga punya tantangan tersendiri. Apalagi kalo lagi ikutan jadi pengarah gaya buat prewedding. Wuidih.

Tambahan lagi, buat orang yang takut kawin macam gue, ini menjadi pelajaran tersendiri. Gue bisa tau keluh kesah en gelisahnya orang mau kawin, ikutan diskusi budget pesta kawinan, susahnya ngatur undangan, jamuan, prosesi lamaran dan akad, serta printilan-printilan lainnya. Jadi gue bisa siap-siap antisipasi. Preemptive.

Sejak pulang dari Belanda, gue nggak mengerjakan proyek ini lagi, meski ada beberapa yang udah minta. Problemnya waktu itu gue kesulitan waktu dan peralatan teknis gue yang lagi rusak.

Nah, malam ini gue lagi mereview beberapa portofolio gue:


Ita dan Rahmat. Rahmat babeh adalah teman baik gue,
kita udah kayak sodara aja. Rahmat seorang aktivis cum lawyer, Ita adalah researcher. Saat itu tema sedikit religi adalah hasil brainstorming kita. Sebuah kutipan manis dari Prof. Komaruddin Hidayat yang spesial diminta langsung, turut menghiasi. Gue dibantu fotografer Aditya juga ikut mengarahkan pemotretan prewed.

Destri dan Ari. Destri adalah temen fitness gue dulu, sempet wisata kuliner bareng-bareng juga, temen gosip juga. Tema menatap masa depan bersama adalah yang dipilih kala itu. Kini, Destri yang bersuamikan dosen sudah punya bayi mungil.

Lia dan Sunan. Sunan temen seperjuangan gue hingga sekarang. Kedua mempelai ini berprofesi sebagai diplomat. Tema simplicity dipilih dengan finishing yang lux. Plus kolaborasi gue dan Adit saat pemotretan. Kini mereka sedang menanti anak pertama mereka yang akan lahir.

Cucu dan Juned. Juned adalah senior gue di kampus. Dosen idealis cum aktivis NGO ini ingin model undangan ala postcard motif permen, dihiasi foto prewed mereka yang bagus-bagus, sampai pusing milihnya. Keduanya kini tinggal di Canberra karena Juned mendapat beasiswa.

Uci dan Eko. Eko adalah sohib gue di kantor. Eko ingin undangan yang selaras dengan resepsi pernikahan mereka. Undangan yang elegan dengan tema favorit eko, cyber. Kini keduanya tinggal dengan mesra di depok nan asri.

Arin dan Reza. Reza ujang adalah kawan seperjuangan di kampus. Kedua Jaksa idealis ini senang sekali dengan design yang gue buat. Simple and match dengan foto mereka berdua. Tak lupa gue tambahkan sebuah syair dari Doel Sumbang.

Dian dan Freddy. Kedua pasangan yang kalem nan harmonis. Kedua bankir ini puas dengan hasil design gue. Paduan antara old and new. Kini mereka sedang ngemong anak pertama mereka.


Santi dan Udi (filenya gede banget belum sempat diubah ke jpeg). Udi adalah teman akrab gue sejak SMU. Keduanya cukup lama awet pacaran. Special untuknya gue buat undangan yang diminta khusus olehnya ini, dari belande. Modal nongkrongin laptop pas diluar dingin beku. Sebuah syair karya gue turut menghiasi. Kini pasangan bankir ini sedang menimang bayi mereka yang lucu.



Yah, ini kalo dunia media udah nggak butuh sumbangsih gue lagi.