Monday, April 10, 2006

Rujak Celi



Berawal dari gagasan. Semua selalu bermula dari sesuatu yang simple. Sesuatu yang tercetus begitu saja. Masalahnya adalah bagaimana membuat turunan atau break down dari ide dasar itu. Ide dasar yang tercetus sore itu adalah ngumpul!

Hmm, ajakan itu lalu dibreakdown ke sebuah tema spesifik, lengkap dengan acara, lokasi, waktu, dan tentunya, hidangan. Diputuskan secara sepihak temanya adalah rujakan. Kenapa rujak? Rujak yang menurut kamus linguist bajakan didefinisikan sebagai fruit salad with pungent dressing, dipercaya sebagai hidangan yang segar dan menyehatkan. Lagipula sudah cukup lama celi tidak berkumpul dengan formasi komplit. Kalaupun berkumpul, pastilah di tempat dengan hidangan junk food atau minuman ala cafe yang meski tidak berakohol tapi mengandung racun seperti cafein. Ini dampak serius dari peningkatan status hidup para celian yang beranjak menjadi esmud.

Rujak memang memiliki filosofi, ia adalah kesatuan dari aneka buah. Dan anehnya hanya buah yang muda atau mengkel, unripe, fresh. Keragaman buah adalah simbolisasi keragaman budaya, suku bangsa, keragaman background, hingga pilihan karir, tapi laksana rujak saling melengkapi. Rujak juga menimbulkan sensasi yang aneh. Kecut, asam, pedas, beberapa suka yang asin. Sensasi yang beragam.

Ide ini direalisasikan oleh sang pencetus, yang juga merelakan dirinya sebagai project officer. Wahyu adalah orang yang mendapat wangsit harus ngerujak. Ia menulis panjang lebar akan gagasannya ini di milis. Diharapkan dengan memanfaatkan momen ini anak-anak celi dapat berkumpul dengan wajah segar, membicarakan ide-ide segar, ditempat yang segar, sembari menggigit buah-buahan segar.

Setelah ide terlontar di milis, hanya muncul dua tanggapan. Fatahillah yang energik, dan solichin sang penganten baru. Tanpa putus asa, agenda yang terlontar seminggu sebelum d-day, kembali ditunggu responnya. Muncul babeh yang bersemangat dan dono yang terkesima. Kemanakah gerangan yang lain, terutama si jelek mova?

Karena mova sang ketua, maka dischedulekan sebuah kunjungan kenegaraan ke kost-kostan beliau. Tanggapan garing, seperti biasanya muncul dari sosok aneh yang bersemayam di balik laptopnya ini. Setelah perdebatan wacana hukum dan sosial yang berkepanjangan, kunjungan kenegaraan dengan hidangan kacang rebus, ditutup dengan sebuah film biru peninggalan babeh dimasa lajang.

Lantas muncul posting dari dono, dia bilang ada acara keluarga, dono memang family man, dan weekend adalah jatah keluarga. Lalu datang juga posting dari solichin yang membawa kabar gembira istrinya sedang hamil, jadinya tidak bisa datang karena kondisi istri yang sakit, namun masih melihat kondisi detik terakhir.

Wahyu sang PO, tidak mudah menyerah akan hal sepele seperti ini. Ia tetap saja membagi tugas secara spesifik. Dengan menafikan keberadaan hypermarket bernama carrefour dimana tersedia paket rujak komplit siap santap, ia membagi barang bawaan termasuk buah-buahan ke semua personil. Semuanya secara tidak adil dan sangat tidak merata.

Menurut konvensi PTRSI (persatuan tukang rujak seluruh indonesia) tahun 1976, rujak terbagi menjadi 2 aliran besar rujak buah betawi dan rujak cingur surabaya, aliran sempalan seperti rujak bebek dan ayam panggang bumbu rujak juga tetap eksis walau bukan mainstream. Rujak buah betawi, berdasarkan sebuah pengamatan empiris, dan diperkuat oleh penuturan tukang rujak profesional yang lewat di depan kantor, senantiasa terdiri dari bengkoang, mangga muda, kedongdong, pepaya muda, nanas, dan jambu air, dengan bumbu kacang-gula jawa-cabe-garam, yang diulek.

Bukan Makanan Kucing

Kini saya punya tempat tongkrongan favorit baru. Tempat ini sangat pas untuk saya yang sering kelaparan tengah malam. Ini tongkrongan asli daerah. Beken di jogja dan solo. Di Solo namanya hek solo, di Jogja namanya angkringan. Entah mana yang memulai terlebih dahulu. Tanpa memperdebatkannya, saya akan menyebutnya dengan hidangan yang selalu mereka jajakan, nasi kucing.





sebuah tempat persinggahan malam favorit.


sebuah tempat yang cozy dan tenang, n gak bakal diusir sampe jam 2 malam walau cuma pesan teh hangat satu.





Nasi kucing? Yup. Dinamakan seperti bentuknya. Porsinya sedikit, kira-kira 5 suap, dibungkus plus sepotong kecil (secuil) ikan bandeng goreng dan sambel terasi merah. Di jawa sana dibungkus dengan daun pisang atau daun jati, kalo di Jakarta sini digantikan kertas bungkus nasi warteg.

deretan bungkus nasi kucing, dengan latar belakang lauk penuh kolesterol yang menggoda.






nasi dengan porsi 5 suap, sambal, dan secuil ikan bandeng.


Itu hidangan utamanya, tentunya ada hidangan pendukung. Ada 4 jenis lauk, dan cemilan. Lauknya paru goreng, usus goreng, telur puyuh bacem, dan kikil goreng. Semuanya berkolesterol tinggi, hehehe jadi harap hati-hati. Lalu ada tahu bacem, tempe bacem, tempe goreng tepung, dan bakwan goreng. Dan jangan salah, semua hidangan tidak ada yang hangat, semua terhidang dingin.

Yang panas tentu ada, dan itu adalah minumannya. Disediakan 3 teko besar diatas tungku arang, mau hangat atau panas, atau panas buanget. Yang khas adalah teh jahe. Ada juga wedang jahe, susu jahe, teh manis kental, dan susu. Kalau tidak doyan dingin ada es batu tersaji.

mas anto sang pedagang, dan malam yang makin larut.


lahap menyantap nasi kucing, diperagakan oleh model.


Konon, di daerah aslinya, tempat nongkrong berbentuk gerobak portable ini, adalah favoritnya aktivis. Ia menjadi tempat diskusi tiada henti, karena terkenal dengan pesan teh hangat satu trus nongkrong berjam-jam tidak bakal diusir, sampai ia tutup. Murah meriah lagi.

Murah meriah? Tunggu dulu. Itu kalau di daerah, kalo sudah sampai di jakarta tentu lumayan mahal. Saya pernah survei harga asli di daerah, jauh sekali bedanya, hampir 50 persen. Anyway, price is not the subject here.

Ini berawal dari perjumpaan pertama dengan yang namanya nasi kucing ini beberapa tahun silam di tahun 2001, ketika bersama kawan-kawan berwisata ke Jogja. ini satu-satunya tempat makan yang kita bisa makan ampe bego dan tidak usah takut digetok harga, karena tulus banget penjualnya, biar kita semua pada nggak bisa bahasa jawa. Oh iya, kalau yang angkringan juga ada marus atau darah ayam goreng, kepala ayam, dan ceker ayam goreng. Sedangkan versi hik solo kadang tidak menyediakannya. Namun Hik Solo menambah oseng oseng tempe dalam bungkus nasinya.

Saya selalu memulai dengan menyapa ramah sang penjaja, mas Anto asli solo. Mas Anto adalah pedagang nasi kucing profesional dengan jam terbang tinggi. Ia mengklaim datang dari sebuah kampung di Solo nun jauh sana, dengan mayoritas penduduknya adalah pedagang nasi kucing. Kini ia memulai debutnya di belantara ibukota. Setelah menganggukkan kepala, biasanya ia langsung mengulurkan piring kecil dan sendok, lalu ia menyeduh minuman favorit saya, teh jahe. Teh jahe membuat saya berkeringat ditengah malam yang larut.

Lalu saya dengan sigap membuka bungkusan nasi kucing pertama, mencampur sambal dan ikan, mengaduk, dan mencomot cepat paru goreng dan tahu bacem. Saya melakukan gerakan ini dua kali. Setelah suap terakhir nasi kedua, baru menyeruput teh jahe sembari tangan menjelajah tempe goreng dan bakwan (gerakan serupa juga diulang 3 kali). Setelah tangan pindah mengelus perut barulah sebatang rokok dinyalakan. Biasanya untuk aktivitas ini saya merogoh uang 7.000 hingga 9.000 rupiah.

suasana makan tengah malam yang nikmat, diperagakan oleh model.

nikmat hingga suapan terakhir, juga diperagakan oleh model.

Rasa memang bukan yang saya utamakan. Namun atmosfir makan tengah malam dengan nuansa yang berbeda, adalah yang saya cari.

Kenikmatan ini dapat anda coba dengan mendatangi nasi kucing mas Anto di jalan pondok kelapa raya, pondok kelapa, jakarta timur, tepat disamping laundry LONDRE dan di seberang kios VideoEzy. Atau satu grup dengan mas Anto ada di depan Universitas Darma Persada Jakarta Timur. Jalan taman malaka, setelah jalan Radin Inten. Paman mas Anto mengelola juga nasi kucing yang lebih ramai dengan porsi yang lebih lengkap, di perumahan Duren Sawit, jakarta timur, di depan Gereja Santa Ana. Jika masih kesulitan mencari, masih dilokasi yang sama di jakarta timur, jajanan serupa dapat ditemui di lapangan parkir Polsek Kalimalang. Enjoy it.

SUARA MAHASISWA GALA DINNER

Wahyuningrat (suma ank 8)/ sekjen ikatan alumni suma

Yups. Akhirnya acara temu kangen ini jadi juga digelar. Bermula dari sebuah tradisi anak-anak malem suma sejak 5 tahun yang lalu, yaitu sahur bareng di pasar ikan muara angke, tahun ini acara serupa ingin juga diwujudkan. Namun seiring wacana yang berkembang di milis, maka dengan pertimbangan mengakomodasi para sumaers yang sudah berkeluarga, maka tanpa banyak proses hearing lagi, sang PO, chibi gayuh utami (suma angk 8) memutuskan untuk menggelar dalam bentuk makan malam, dan bukan di muara angke tapi di resto pasar ikan milik andien sang artis di depok, tentunya dengan harapan ada hiburan oleh sang empunya tempat.

Jumat malam 14 oktober 2005. Hari itu hujan turun lebat sekali sejak jam 3 sore. Hati pun rasanya was-was. Apalagi beberapa manusia eks mahluk suma meng-sms bahwa mereka terjebak macet yang memang efek domino dari hujan. Semakin lebat semakin padat merayap. Jam 7 malem saya sudah mencapai area depok, menunggu bang wien muldian (suma angk 3) yang wanti-wanti sejak pagi mau ketemu dulu buat update gosip internal. Namun doi terkena macet di sawangan. Lantas mahluk kedua yang janjian ketemu yaitu ketua alumni suma, bapak sutono rendra (suma angk 5) masih terjebak di sebuah warnet di fisip. Akhirnya orang pertama yang saya temui adalah sang PO chibi yang kemudian cepat berlalu ke kost untuk mandi biar tampil cantik malam itu.

Munculah johan sang muke demek, dengan wajah keujanan yang makin demek (suma angk 10) bersama beliau, kita berdua langsung menuju TKP atas arahan tono via sms. Kami sampai yang pertama, dan langsung mengambil posisi meja di pojok dengan view yang strategis. Langsung muncul arief gonjleng sang anak sastra yang udah nggak gondrong lagi (suma angk 7)karena udah jadi editor naskah di sebuah penerbitan buku islam besar. Lalu tono, kemudian sang PO chibi. Tak perlu menanti lama untuk obrolan seru temu kangen, muncullah sari febriane, wartawan kompas biro depok (suma angk 7), dari arah berlawanan muncul sosok hitam dengan wajah mirip preman etnis tertentu yang identik dengan profesi debt collector, itulah ahmad muttaqin djanggola atau mumut dj (suma angk 8) masih dengan gayanya yang khas, garang. Mulailah kloter pertama ini dengan beringas memesan makanan dan menyantap dengan muka lapar. Tapi obrolan seru masih jalan. Tetep.

Hujan masih terus terjun bebas, pemandangan kemacetan jalan masih terus. Kemudian datanglah sang dewa, katanya chibi legenda hidup (agenda kali bukan legenda hehe). Wien muldian putra aceh sejati datang dengan tubuh kuyup. Aktivis perbukuan yang sekarang punya status pegawai negeri ini tampil dengan pernik2 unik yang masih aneh, dan tentu saja bawaan segambreng. Dari arah yang berlawanan muncul dua sejoli penganten muda. Irfan toni herlambang, peletak dasar-dasar desain suma (nyetting, dulu idiomnya) (suma angk 6) beserta sang istri ibu tasya, sayang sekali toni junior tidak bisa datang karena takut sama hanvitra katanya hehehe. Lalu Joko (suma angk 7), lengkapnya tri joko susilo, sang wartawan IT dengan istrinya yang merupakan kawan karib gue, erwin susanti. Pasangan muda berikutnya yang datang adalah hamdinal (suma angk 10) beserta yayangnya, lidya tiwouw, yang asyik buat curhat anak-anak suma jaman gue.

Asap pembakaran ikan telah bercampur dengan asap rokok, yang disulut setelah ikan tersisa tulang. Muncullah kloter kedua. Karima (suma angk 10) bersama rike (suma angk 10) karima yang ceria tampil dengan penampilan baru yang gue baru lihat. Kini ia berbusana muslim. Kemudian rike yang baik hati dan ramah, masih menunjukkan hobinya, memasak, ia membawa kue masakannya untuk kita cicipi. Dan bukan rike kalau tidak bawa makanan banyak, ia membawa sekarung wafer coklat untuk kita keroyok rame-rame. Hmm.

Setiap generasi memiliki maskotnya, tapi ada juga maskot lintas generasi, inilah dia, hanvitra al minangkabawi (suma angk 7), sang intelektual muda ini datang juga dan disambut dengan sambitan eh sambutan meriah hehehe. Lalu penulis novel muda, ella devianti effendi (suma angk 9) dengan wajah riang datang tapi lupa bawa novelnya.



Kemudian pencetus lokasi di warung ikannya andien ini, menelepon HP penulis. Ia lupa posisi tempat ini, setelah diberi ancer-ancer, muncullah sosok botak dengan badan yang makin gendut subur, inilah bapak haji denny rahman saleh (suma angk 7), esmud pengusaha sukses keturunan yahudi hehehe. Pesanan makanan dan minuman berlanjut terus, dan semakin gila dengan menggoda waitress yang malam itu kelihatan cantik (terekam di kamera)

Malam makin larut, tapi obrolan tidak menyurut. Dua mobil mendekat. Turun dua orang gendut beda generasi. Yang pertama yang lebih tua, iskandar atau isky donuts, copywriter cum juragan donuts (suma angk 7), yang mudaan, herman (suma angk 10) kini video editor di PH yang juga gimmer sejati. Lalu datanglah astari yanuarti, sang ibu wartawan Gatra (suma angk 7) dateng langsung heboh nyerocos terus. Terakhir muncullah ketiga trio pengurus periode suma tahun lalu yang baru lengser. Nirmala, Affandi, dan sang PU Rama sanggarama Wijaya (ketiganya angk 11 atau 12?). tawa lepas menanggapi gosip atau isu atau rumor atau bahkan fakta sejarah terus bergulir. Meski beberapa yang sudah berkeluarga mohon diri.

Hmm. Acara ini berlangsung hingga pukul setengah sebelas malam. Dan bukan anak suma kalo nggak punya ide gila. Kita semua langsung menyambangi pusgiwa dimana markas besar suma berada. Memberi support kepada adik-adik pengurus tahun ini yang diinformasikan sedang raker, sekalian reuni tentunya. Kami disambut oleh sang PU sumarno (suma angk 13) dan para pengurus lainnya yang senang sekali dengan kedatangan sidak kakak-kakak seniornya yang udah tua-tua banget (cieh). Ngakunya cuma sebentar, tapi emang dasar penyakit rindu. Digelar juga ajang kenalan dan saran-saran, lalu membuka buku curhat jaman dulu sambil ketawa ketiwi. Kami semua bubar dari pusgiwa jam setengah satu malam, sambil memberi spirit kepada adik-adik suma untuk terus raker dan berkarya di suma.

Acara malam itu diabadikan oleh 3 fotografer kamera pocket digital, gue, astari, dan wien. Bagi kawan-kawan, yang belum sempat melepas kengen sembari makan dan bercanda, karena mungkin kendala waktu bahkan lokasi, Tono sang ketua ikatan alumni suma berencana menggelar acara serupa di tengah kota di plaza semanggi tanggal 28 oktober mendatang. Jika belum pulang kampung, mari bergabung berbuka puasa bareng.

“when i see my friend after a long time...”
--Ralph waldo emerson—

Jika Ilmu Pengetahuan Bisa Romantis

Petualangan 10 anak belia dan eksplorasi mereka pada ilmu pengetahuan. Sebuah tema alternatif dalam industri novel yang dikungkung tema-tema percintaan. Jika pengetahuan adalah sebuah keindahan yang lebih hebat daripada cinta.

Sebuah tema yang sudah jarang diangkat. Pentingnya arti menuntut ilmu, adalah makna sentral novel ini. Ketika dihadapkan pada sebuah kondisi yang membuat miris, kita dikejutkan berkali-kali dengan gejolak muda para tokoh dalam cerita ini. Dihiasi dengan eksplorasi mendetail akan pulau bangka belitung (Belitong kala itu), semuanya disajikan dengan gaya bertutur yang menghibur.

Adalah Ikal, tokoh sentral dalam novel ini. Kisah berjalan melalui sudut pandangnya dalam mencermati realita kehidupan. Saat ia menyaksikan satu persatu benturan-benturan ketimpangan hidup ini. Sebuah jalinan kisah suka dan duka, perputaran yang membuat pembaca mengalami gejolak perasaan naik dan turun, rasa miris akan ironi, gelak tawa akan kekonyolan para tokohnya, juga golakan perasaan pada saat sorak kemenangan.

Laskar pelangi adalah 10 orang anak pulau Belitong yang disatukan saat hari pertama mereka masuk sekolah, di sekolah Muhammadiyah yang dilukiskan laksana gudang kopra. Mereka sangat miskin, tidak mampu bersekolah di sekolah negeri atau sekolah PN Timah (yang diceritakan sebagai sekolah elit khusus anak pegawai kelas tinggi PN Timah). Temui Lintang sang jenius, anak nelayan pedalaman yang mampu memcahkan soal-soal fisika yang rumit hanya dalam hitungan detik, Mahar yang seniman dengan bakat alam yang kerap membuat orang tercengang, Trapani yang tampan namun cinta ibu, Sahara, muslimah yang galak gemar mencakar, kucai yang merepresentasikan sosok politikus sejak lahir, A kiong yang polos namun figur sobat sejati, Samson yang perkasa, Harun yang 15 tahun lebih tua karena terbelakang, dan syahdan yang tidak menonjol namun kelak paling sukses diantara mereka. Juga Flo, perempuan tomboi yang meninggalkan sekolah elitnya untuk bergabung dengan laskar pelangi.

Lembaran demi lembaran membawa kita melintasi 9 tahun mereka berpetualang di sekolah itu hingga menjadi apa mereka disaat dewasa kelak. Kadang membuat kita berdecak kagum melihat rentetan peristiwa yang dialami anak-anak ini. Mahar dalam usianya yang belia telah mampu menjadi arranger sebuah komposisi musik yang rumit perpaduan antara tabla, sitar dan electone yang menghasilkan penyajian menggugah lagu owner of the lonely heart-nya yess dan light my fire-nya the doors. Mahar juga mampu membuat koreografi kontemporer ala suku Masai afrika pada saat karnaval sekolah. Kemudian lintang, bocah ini adalah sosok jenius yang menonjol dalam segala mata pelajaran. Ia mampu menguasai kalkulus sewaktu SD, dan teori fisika optik di bangku kelas dua SMP, mampu menyelesaikan hitung-hitungan matematika yang paling rumit dalam hitungan detik tanpa membuat coret-coretan. Dan sosok laskar pelangi lainnya dengan keunikannya masing-masing.

Andrea hirata menggunakan model penulisan yang masih mengikuti genre ensiklopedis, dengan menebar penuh banyak informasi dari berbagai referensi. Kadang suatu istilah melayu yang ia pertahankan, dan di lembaran lain banyak istilah botani, ilmu-ilmu eksakta, juga ragam budaya masyarakat pulau belitong yang khas. Namun ia meramunya dengan penuturan yang sedikit mengembalikan memori pada cerita-cerita anak asrama model Enid Bylton.

Sebuah renungan dalam memandang pendidikan masyarakat kita di usia dini. Penulis menyajikan cerita ini dengan meluapkan kritik dan kegundahannya pada setiap kejadian yang dialami para tokoh. Juga disertakan kekuatan referensinya dalam membedah setiap detail keindahan pulau belitong. Meskipun dibeberapa bagian masih tampak berlebihan dan dipaksakan, namun pembaca menjadi jelas akan perbedaan kelas, ketimpangan sosial, dan kehidupan kalangan miskin di belitong kala itu. Juga pembaca akan tersenyum simpul dalam beberapa cerita, seperti cinta antar etnis sang tokoh dengan aling, bocah perempuan cina yang masih sensitif kala itu. Atau pertemuan dengan Tuk bayan tulla yang dukun misterius, atau dengan Bodenga sang pemuja Buaya yang dilukiskan seperti Bushman dalam film God Must Be Crazy.

Jika melihat setting latar cerita, sangat identik dengan tahun 80-an. Namun banyak sekali jelajah intelektual yang dilakukan anak-anak ini dari bangku SD hingga SMP. Mereka tahu akan cincin newton, robert hooke, metode eiminasi gaus-Jordan, tennese waltz, dan ragam referensi lainnya. Sungguh sedikit tidak masuk akal melihat pengetahuan yang dicapai anak-anak seusia itu, apalagi di lokasi dan tahun itu. Namun itu justru kelebihan dari novel ini. Semuanya terjalin indah dan nikmat. Sebuah novel yang patut dibaca.

Wahyuningrat
Penulis adalah pemerhati novel
dan pengasuh acara talkshow bertema sosial aktual di sebuah televisi