Saturday, March 15, 2008

Hey Guys, We're on Intisari!

Awalnya sebuah telepon dari sobat Tommy ex wartawan Media Indonesia yang kini go international, mengabarkan kalo ada muke gue muncul di Intisari edisi Maret 2008. Beberapa hari kemudian akhirnya ada kesempatan melihatnya dengan mata kepala sendiri di Gramedia Semanggi. Namun belum sempat ngambil dan bawa ke kasir, eh udah ditarik kawan karena kita udah telat meeting.

Hingga mbak Lastri orang Finance redaksi cengar cengir terus nunjukin majalah itu ke gue di kantor. Akhirnya bisa juga gue pandangin agak lama dikit. Lalu keesokan harinya, sobat Luluk yang lagi penelitian lapangan, sms ke gue, mengabarkan berita yang sama. So... gue scan and upload aja disini, biar bisa share sama kawan-kawan seperjuangan semua... enjoy it.




























gue paling atas nomor tiga dari kiri, kalo kamu di sebelah mana?




























kalo disini gue sedang berdiri, memakai kaos item legendaris bertuliskan "klub ade rai" hehehe, ampun deh gue kurus bener masa itu, nggak endut lagi kayak sekarang

Sunday, March 09, 2008

It’s time to move on

Someone that I admire once said, “Loyalty only to your profession, it is beyond to whom do you served.” I was reluctant to concur with that proverb. Turn out lately, that line seems true.

My original plan was to stay with this company. Try to reach the corporate ladder and becoming the mid level, maybe for the next five years. That’s all. After that I was planning to switch to other public service sector. It is my dream that perhaps someday, to serve as a presidential spoke person, or at least as a communication officer for some public institution.

I already bear in my mind that this company will be my first and my last broadcasting company in my resume. Despite the management which gave me love and hate collide, it has gave me so much influence. I already felt the passion to work with this company since I saw their first aired show when I was still in college.

This company has gave me chance to team up with the most talented person in this broadcast journalism field. It has been such an honor to work with you guys.


XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Dear Sir,
I hereby tender my resignation, effective Friday, March XX, 2008 (four weeks from this date).

Working for the XXXXX XX has been a wonderful experience. I could not ask for a better group of colleagues. I have grown in many ways here and will always treasure the opportunities provided for me by the XXXXX XX.

I feel that it is time for a new challenge and experience. I have appreciated the opportunities and experiences that have been provided to me during my 4 years of service for XXXXX XX. I am pleased to be of assistance during the transition.



Yours truly,



R. Wahyuningrat


It was when my cellular phone rang in the morning, when I was asleep in my friend’s house. The name appears on the screen made me wake up completely. An offers followed by an invitation for interview tomorrow morning.

The second phone call came one week later. It was also an invitation for interview, from different company in the same industry.

At that time I was so flattered and honored. There are people somewhere out there that recognized my work. This is my first time that I did not have bother to send CV everywhere. They asked me to send my CV and offered me a position. Adding also they perform a very quick administrative process. They surely knew my track record and wanted me to join their team.

This process followed by a great headache for the following weeks. By the same time I also got my promotion.

The first company is a two years old foreign company within regional scale. It offers a new concept of broadcasting. The future model reflected from the success story in the US and the European soil.

The other one, the second company is a new developed competitor of my previous company. It offers a new fresh look of broadcast news station. Testing the phenomenal book by Scott Collins, ‘Crazy like Fox: the inside story of how Fox news beat CNN.’

Both companies are lead by most respected persons in this business, which is becoming my biggest consideration. You have to be the exact Padawan to the prominent Jedi, or the exact ensign to the prominent skipper, or the exact receiver to the prominent quarterback, to be success in this field.

At the first company, by the end of my interview session, which more close to a light conversation, I met a respective gentleman, a senior broadcast journalist that has been inspiring me. He is a true living legend, a pioneer in this field. He crafted his name in the shape of what broadcast news appears in these days. Sincerely he salute me, “Hi, I think I seen you somewhere.”

At the second company, my adrenalin rushed to saw many great talents that they recruited. It will be a great experience to team up with those people. They developed new system, new look and also new philosophy. I met here another gentleman that influences my stepping stone in this business, a charismatic legendary producer-anchor. Once, he appears as a cameo in a movie, which I have watched hundred times. With his signature baritone voice, he said, “I heard some good things about you.”

well, two roads diverged in a wood...

Where the next I landed was indeed a tough call. It was not about the money, both offers are good number. But life would be miserable when we only decide our future depends on simply financial reason, isn’t it? I try not to be naïve, but at this moment I think as long as I can still pay my monthly bills, enough budget to update books and DVDs and of course, saving for my wedding, then I think I am satisfy.

As Satre justifies that mankind are being cursed by situation to always making decision in every single path of their life, and so do I. Decision that I made was based on the mixed of Istikhoroh and deep consultation with a few mentor that I have in this business.

I finally made up my mind because of this company, quoting Godfather, gave me “An offer that I can not refuse.” Certainly not by putting death horse head in my blanket :), it is in positive meaning enormously.

Starting two weeks from this posting, I will join this company, a company that my other favorite senior broadcast journalist cum blogger writes in his blog, as “A good ship, always a good ship.” I hope.

Wish me luck, guys.

Saturday, January 19, 2008

me and my daily life

Orang banyak bertanya pada gue, apa yang lo lakukan sekarang? Terutama setelah kembali ke negeri ini 3 bulan silam. Ok, berikut ini penjelasan gue.

Kembali ke profesi asal tentunya. Back to the blue man corps. Hehehehe. Mau lihat mahakarya seperti apa yang gue kerjakan bisa liat di sini. Silahkan saksikan streaming videonya dan transcript lengkapnya. Itu acara special akhir tahun yang lumayan sukses berat. Ratingnya tinggi bener dan sempat jadi perbincangan.

Oh iya, si portie, laptop tablet pc gue yang kecil tipis udah tidak bersama gue lagi. Gue jual. Dan siapa yang beruntung memilikinya? Salah satu rekan sekantor, katanya buat adeknya yang kuliah di medan. Adeknya jelas aja girang berat kejatohan laptop keren kayak gitu. Well, setelah menemani petualangan gue sejak 2003, agak sedih juga ngeliatnya pas terakhir gue re-install dan gue bilas biar kinclong sebelum lepas tangan.

Anyway, inilah gantinya, Compie the next generation. Udah tau kan cerita gue sebelumnya kalo gue pas balik udah nggak punya PC lagi gara-gara meledak 8 bulan sebelum gue mendarat? Nah uang hasil talak tiga ama portie gue pake buat ngerakit PC baru.

Compie next G adalah: Intel core 2 duo 1, 8 Ghz, DDR2 1 GB, SATA HD 80 GB, DVD RW, dan... humph... 19 inch LCD wide screen. Ya benar anda patut untuk berdecak kagum, sekali lagi LCD 19 inch wide screen monitor. Plok, plok, plok.

Kebayang kan kalo gue setahun di negeri kumpeni melototin laptop 10 inch gue yang mungil dan cuma bisa sirik ama bule tetangga kamar sebelah yang punya LCD 19 inch wide double. Makanya niat gue kalo punya duit ngerakit gue bakalan prioritasin LCD huehehehe.

Kalo punya duit lagi sembari nyelengin, gue pingin nambahin memory nya biar jadi 2 GB, terus wireless headphone, wireless keyboard biar nyaman ngetiknya.

Kata orang bijak jaman dulu, sebelum mati minimal nerbitin satu buku dulu. Gue dan beberapa temen gue lagi usaha menuju arah sana. Nah, kalo kata Engkong Ca’a pulang dari sekolah tinggi minimal bikin publikasi tulisan lah. Ok, tulisan perdana gue yang dibuat dari komputer baru ini berhasil muncul di koran Media Indonesia edisi 3 Januari halaman 8. satu halaman lho. Lumayan lah buat kolom analisa perdana. Ini gue scan dan gue upload, monggo silahkan didownload. Sekarang lagi berjuang keras mengatasi rasa malas dan godaan untuk karya kedua, duh deadlinenya udah mepet masih belum nulis-nulis juga neh hehehe.

Gue saat ini lagi nggak punya laptop. Karena gue rasa sekarang udah banyak yang punya, nah gampang banget tinggal nebeng modal flash disk aja kan? hehehe. Doain aja, katanya bulan depan ada yang mau ngasih gue Sony Vaio model baru. Semoga bener kejadian.

Kata orang tiada yang seindah bertemu kawan-kawan lama. Disela-sela kesibukan kerja dan menggapai cita-cita, selain bergaul dengan kolega karib ditempat kerja, tentulah bertemu teman lama adalah saat-saat yang mengasyikkan. Kali ini daripada kepanjangan gue ceritain gue ketemu siapa aja, mending fokus ke temen-temen yang dulu gue kenal di belande.

Let’s see. Sejak kembali sudah beberapa kali gue reunian. Dulu kita semua sama-sama mahasiswa disono. Cuma pakai kaos oblong dan manggul ransel dekil, kini kedok terbuka dan status asli kembali disandang di tanah air. Huehehe.

Acara yang diniatin kumpul-kumpul palingan beberapa kali. Paling sering di Senayan City. Disini ketemu dengan Annis, si ibu korps pemegang paspor hitam. Adept, yang jadi mandor di pabrik alat penghasil polusi kendaraan terbesar di Indonesia, Kiki, peneliti gadungan yang sempat ketemu setelah menyelesaikan kewajibannya yang mirip-mirip ABRI masuk desa. Desanya terpencil lagi. Nun jauh di Berau sana. Mia, yang punya profesi tukang gambar gedung. Siska, si neng geulis asli Bandung yang ternyata dosen terbang, Silvia si aktivis sejati yang selalu tampil ceria, Tias si penari yang baru mendarat.

Ada juga acara diskusi lanjutan Indonesia Law Society Utrecht yang kini kembali digelar di kediaman sohib gue partner diskusi malam si Imam Nasima, yang kini menjadi peneliti, gue lagi bantu publikasi buku perdana die, disini gue kembali ketemu Mbak Linda, ketemu juga dengan rekan yang dulu cuma kenal di milis macam Hernowo dan Bona.

Acara yang sering menjadi reunian, apalagi kalo bukan pas dapat undangan kawinan. Sudah dua orang kawan di belande yang kawin. Pertama si Odi botak, yang kini meniti karir di pabrik makanan ternak terbesar di dunia. Ajang reunian pertama, banyak banget kawan yang dulu gue kenal di Wageningen muncul disini. Terutama komunitas Bogor. Ada ceu Olie dan ceceu-ceceu lainnya. Maklum wageningen terkenal dengan IPB kedua huehehehe.

Terus kawinan si Achie, yang dulu sekolah dokter di Rotterdam, kini ia melanjutkan profesinya sebagai tabib spesialis cut and paste. Paling rame ini ajang reuniannya. Akhirnya ketemu si Nana, sohib gue sang aktivis LSM sejati cum kuncen Bakoel Kofie Cikini. Yang tetep keukeh 3 kali, meski di tanah air kite sudah pada sadar dan menguranginya menjadi 2 kali. Namun ternyata si Nana tetep 3 kali huehehehe. Ada si Icha, yang ternyata gue baru sadar die bekerja di salah satu lembaga yang pimpinannya adalah langganan narasumber di program acara gue. Fajar, sobat sejati yang datang dengan jas lengkap dengan dasi Utrecht, dia juga satu korps dengan Annis di korps black pasport holder. Luluk, sang peneliti kampus Depok yang tetap terlihat ceria, dan masih banyak lagi. Namun yang paling seru adalah, akhirnya bisa juga kopi darat dengan mas Morris. Salah satu legenda hidup, setelah Farid Mardin hihihi. Harus diakui mas Morris yang berprofesi sebagai penguasa taman suropati ini terlihat lebih muda dan segar daripada potret diri yang ia pajang di blog nya.

Gue juga akhirnya bertemu dengan Tommy, sohib yang akrab via online saja, kita itu mencari nafkah satu gedung, dan di belande juga. Namun ketemunya di tempat yang eksotik. Di Aceh. Pertama kalinya gue ke Aceh. Dan melewatkan malam yang seru berwisata kuliner bersama Tommy yang lagi kerja di korps blue helmet.

Gue paling sering ketemu dengan Annis dan Adept. Minimal 2 minggu sekali just for a cup of coffee. Kite lagi ada proyek idealis seru. Apa proyeknya? Ntar deh tunggu tanggal maennye. Pamali kalo diomongin sekarang kata mpok annis. Pokoke kalo ini jadi kite bisa terkenal dan kalo kata adept bisa buat ganti velk mobil.

Oh ya, informasi nggak penting lainnya adalah, setelah 2 bulan masih takut akhirnya gue sudah memberanikan diri menyetir kembali, dan kaget juga ternyata masih faseh juga. Bener kata orang, seperti naik sepeda, tidak akan pernah lupa caranya. Meskipun sekalinya keluar nyetir malem, karena belum terbiasa dengan jalan tol yang semakin banyak, pulangnya sukses nyasar ke tol Bandung.

Gue juga sudah kembali ke gym. Gue paksain. Menimbang ukuran lingkar perut yang makin buncit akibat nikmatnya makanan full kolesterol depan kantor. Bulan pertama cuma 3 kali dateng dan sempet keseleo otot karena kelamaan berhenti latihan. Bulan kedua ini gue udah mulai rajin, juga sudah mulai nenggak protein shake untuk kembali membentuk otot. Doakan, biar badan gue kembali keren seperti dulu.