Friday, September 16, 2005

LORO JONGGRANG 2020

Alkisah, di masa yang akan datang dan di tempat yang jauh, tersebutlah seorang putri konglomerat bernama Loro Jonggrang. Ayahnya bernama Raden Baka, salah seorang terkaya di dunia. Kekayaannya terhampar dari benua Eropa hingga dataran Afrika.
Loro Jonggrang amatlah elok rupawan, kulitnya putih gading, lekuk tubuhnya menggiurkan, kecantikan wajahnya mempesona, tutur katanya halus terdidik, ia pun lulusan Harvard Business School dengan predikat cum laude. Entah sudah tak terhitung pemuda-pemuda rupawan lagi pandai dan kaya, yang datang melamar namun ditolaknya. Loro Jonggrang lebih memilih menghabiskan waktunya untuk membantu kerajaan bisnis ayahnya, dan mengesampingkan kehidupan asmara. Menaklukkan hati wanita berpendirian keras itu adalah impian semua pemuda di muka bumi ini.
Raden Baka, yang sudah lama menduda sejak Loro Jonggrang masih belia, membesarkan anaknya sebagai single parent dengan penuh perhatian. Sejalan dengan membesarnya bisnis Raden Baka, Loro Jonggrang tumbuh matang di tengah hiruk-pikuk dunia bisnis. Duet ayah-anak ini sangat diperhitungkan dalam percaturan bisnis.
Sewaktu berusia 10 tahun, Loro jonggrang pernah diperlihatkan foto dua buah gedung kembar yang amat tinggi sekali oleh ayahnya. Ayahnya berkata dengan serius, “Lihat ini Jonggrang, gedung ini bernama World Trade Center, awal dari perniagaan modern, di sana jua lah awal bisnis ayahmu ini bermula. Sayang sekali gedung bersejarah ini telah runtuh, konon akibat konflik antar bangsa.” Loro Jonggrang sangat kagum dengan gedung itu, dan menyerap dalam-dalam ucapan ayahnya itu.
*
Roda kehidupan senantiasa berputar, yang di atas dapat saja menjadi berada di bawah. Malapetaka itu pun akhirnya datang. Pertempuran dalam dunia bisnis yang mempunyai adagium ‘tiada kawan abadi’, konon lebih kejam dari perang dunia manapun.
Raden Baka yang sudah tidak muda lagi, akhirnya kalah total. Seluruh aset bisnisnya ludes, berpindah tangan ke sang pemenang. Dengan serangkaian praktek kotor, saham-saham Raden Baka dikuasai melalui insider trading, satu demi satu unit bisnis beralih dengan serangan hostile takeover, perusakan-perusakan dan boikot menghancurkan supply chain management pabrik-pabriknya. Serangan beruntun yang sangat menohok itu, ditambah dengan membelotnya beberapa manager kepercayaannya ke pihak lawan.
Dengan hutang melilit, Raden Baka tidak punya pilihan selain menyerahkan semua miliknya. Akibat shock berkepanjangan, di atas kasur rumah sakit kelas tiga, Raden Baka menghembuskan napas terakhir. Loro Jonggrang menatap penguburan ayahnya, dengan berlinang air mata, dan raut wajah penuh dendam.
*
Sang pemenang adalah Bandung Bondowoso, seorang milyarder muda ambisius yang kejam. Di bawah bendera ‘Bondowoso Global Investment’, ia memperlebar imperium bisnisnya dengan ekspansi-ekspansi yang menghalalkan segala cara. Model bisnisnya lebih mirip dengan manajemen Mafia Itali.
Tidak pernah ada yang tidak dapat dimilikinya. Semua dengan gampang ia dapatkan, harta, tahta, wanita, jika ia mau, pasti ia dapatkan dengan mudah. Sampai suatu hari ia melihat cover depan majalah TIME terbaru, ia termangu. Lalu membolak-balik lembaran majalah itu penuh perhatian.
Dalam majalah TIME dengan headline ‘Loro Jonggrang: most wanted female of the world’ itu, dipaparkan berita mengenai Loro Jonggrang yang kecantikannya tiada tandingannya di seluruh dunia, dan belum ada seorang pria pun yang sanggup menaklukkan hatinya. Melihat foto-foto Jonggrang di majalah itu, timbullah rasa jatuh cinta dalam diri Bandung Bondowoso. Ia bertekad ingin mendapatkan wanita itu dengan segala cara.
*
Bandung Bondowoso membatalkan seluruh janji bisnisnya, dan pergi bertandang ke hadapan sang Loro Jonggrang. Loro Jonggrang kini hanyalah pengelola sebuah restoran kecil di pusat kota. Bondowoso tanpa basa-basi langsung mengutarakan maksud hatinya.
“Ketahuilah Jonggrang, aku adalah orang terkaya di dunia saat ini. Kau adalah wanita yang tepat untuk bersanding denganku, Kau akan hidup bahagia bersamaku.”
Jonggrang menatap tajam padanya, “Aku tidak tertarik denganmu, apa yang bisa kau berikan padaku?,” bibir Jonggrang yang indah itu mencibir.
“Segala yang kau inginkan, akan kuberikan sayangku,” bersamaan dengan perkataan itu, seorang ajudan Bondowoso menyerahkan satu keranjang penuh perhiasan berlian mutu terbaik.
“Cuma itu? Itu saja tidak cukup, kalau aku mau yang seperti itu, aku bisa dapatkan sejak dulu,” ujar Jonggrang dengan nada angkuh. Ia menyibakkan tangannya menepis pemberian itu.
“Sebutkan apa yang kau mau untuk membeli hatimu. Apa saja akan kupenuhi,” alis mata Bondowoso mulai naik, tanda habis kesabaran.
“Aku hanya mau menikahimu, jika…”sejenak Jonggrang menghentikan perkataannya dan memandang lekat-lekat pada Bondowoso, “…Kau buatkan untukku dua buah gedung, yang serupa dengan gedung World Trade Center.”
“Ha, cuma itu? Akan kubuatkan sepuluh buah untukmu manis, kalau cuma itu saja,” Bondowoso berkata seraya tertawa.
“Tidak, aku cuma mau gedung kembar itu…” ia menghentikan ucapannya menunggu sampai Bondowoso puas tertawa, lalu melanjutkan, “…dan gedung itu harus selesai dalam waktu satu bulan, terhitung sejak peletakan batu pertama,” ia menyudahinya dengan sebuah senyum mengejek.
Bondowoso terbelalak mendengarnya, di belakangnya para ajudan berbisik-bisik satu sama lain, mengungkapkan kemustahilan titah itu. Dengan muka merah padam Bondowoso berdiri, bangkit dari kursinya dan menuding wajah Jonggrang.
“Baik, akan kupenuhi permintaanmu, bersiaplah. You will be mine, my lady!” teriak Bondowoso dengan nada suara murka, wajahnya merah padam. Ia lalu berbalik pergi keluar diikuti para ajudannya.
*
Siang itu sebuah tim proyek dibentuk, langsung di bawah komando Bandung Bondowoso. Tujuh perusahaan kontraktor kelas atas disewa, semua pemasok bahan dari penjuru dunia dikontak, sepasukan pengacara terkenal dipanggil untuk mengurus perizinan kilat, para pejabat kota dan anggota parlemen dilobi untuk melicinkan urusan, puluhan arsitek dan insinyur terkemuka dibayar mahal untuk bekerja siang malam, dan tidak kurang dari 50.000 buruh bangunan dikerahkan untuk proyek ini. Dua hari kemudian dimulai peletakan batu pertama.
Masih tidak puas dengan itu semua, Bondowoso menyewa dukun legendaris Ki Gendeng Pamungkas, beserta sebelas paranormal dari tujuh penjuru dunia. Semua ahli klenik itu diminta untuk mengerahkan tenaga jin untuk membantu pembangunan gedung di balik layar. Konon 20.000 jin dikerahkan, kebanyakan dari jenis jin Baghdad yang punya kemampuan paling sakti.
Dalam tempo limabelas hari, gedung pertama selesai dibangun.
Pada hari keduapuluh, tinggal tersisa lima puluh lantai lagi yang belum jadi.
Pada hari ke-23, Loro Jonggrang menerima kartu dari Bondowoso, berisi, “Sayang, seminggu lagi kita akan berbulan madu di puncak gedung idamanmu.“ Jonggrang meremas kartu itu kuat-kuat, sejak itu ia tidak pernah tidur. Setiap malam, ia menatap pembangunan gedung itu dari kejauhan dengan hati cemas. Aku tak pernah sudi menjadi milikmu, demikian jeritan hatinya.
Pagi hari di hari ke-29, Bandung Bondowoso menatap puncak gedung World Trade Center yang tinggal satu lantai teratas itu. Tiga perempat hartanya dikucurkan untuk pembangunan gedung itu, ditambah hutang dengan berbagai bank. Tapi ia yakin harga sewa gedung itu akan menutupi semua ongkos pembuatannya.
Ah Jonggrang, engkau akan segera berada dalam pelukanku, katanya dalam hati. Kemudian ia memejamkan matanya, membayangkan sang Loro Jongrang. Mabuk cinta memang membuat seorang pria melakukan apa saja.
*
Sore hari di hari ke-29 itu, entah dari mana datangnya, dua buah pesawat Boeing 767 dari maskapai American Airlines mendadak menabrak kedua gedung yang tinggal satu persen lagi itu. Ledakannya begitu dasyat, menyebabkan seluruh gedung luluh lantah menjadi debu. Untungnya tidak ada korban jiwa, karena gedung itu belum berpenghuni. Sore itu yang bekerja hanyalah para jin. Laporan media massa menyatakan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh kerusakan komputer navigasi pesawat.
Malam itu, Bandung Bondowoso berubah menjadi kalap, ia mengamuk, dan memaki-maki tiada hentinya. Ia lantas dibawa ke rumah sakit jiwa. Tak lama, ia dinyatakan sakit jiwa, tidak waras akibat shock berlebihan. Sebulan kemudian imperium bisnisnya dinyatakan pailit.
Pagi-pagi buta di hari ke-30, Loro Jonggrang berdiri di atas reruntuhan gedung yang hampir merenggut tubuhnya. Matanya menerawang, mengingat apa yang dilakukannya beberapa hari yang lalu…
Pada hari ke-25, ketika sedang iseng surfing internet, Loro Jonggrang mendapat ide cerdik di tengah keputusasaannya. Ia menjual restoran miliknya dan menghabiskan seluruh tabungannya, untuk membayar mahal seorang hacker terkenal asal Finlandia. Hacker itu dibayar untuk membobol sistem navigasi maskapai penerbangan American Airlines. Dalam tempo tiga hari, sistem keamanan jaringan dengan enkripsi 512 bit itu bobol. Sang hacker dengan mudah dapat mengacaukan sistem navigasi pesawat manapun.
Kemudian ia tersenyum manis sekali, persis ketika ia pertama kali diperlihatkan foto World Trade Center oleh ayahnya. Perkataan ayahnya saat itu seperti bergema di telinganya.
runtuh, konon akibat konflik…
--000--



catatan penulis
insider trading: transaksi dengan informasi orang dalam
hostile takeover: pengambilalihan kepemilikan saham dengan kasar
supply chain management: manajemen rantai pemasok
surfing: menjelajah
hacker: programmer pembobol jaringan sistem keamanan komputer

2 komentar:

Anonymous said...

ceritanya lucu OM he²

Anonymous said...

ceritanya lucu OM he²